OASE: MANTAN

(SUMBER: WWW.123RF.COM)

 

Masbuloh telah berkeluarga 8 tahun. Artinya ia telah sewindu mendayung perahu rumah tangga. Waktu selama itu dijalani dengan cinta kasih yang mendalam. Masbuloh mencintai istrinya sepenuh hati. Begitu pula, istrinya mencintai Masbuloh segenap jiwa raga. Mereka telah dikurniai seorang anak laki yang lucu dan ganteng. Sungguh sebuah potret keluarga idaman. Sakinah mawadah wa rahmah. Sebagaimana didoakan para hadirin dan hadirot ketika mereka sedang melaksanakan walimatul ursy pernikahan. 
Secara ekonomi, keluarga Masbuloh juga tak kurang suatu apa. Rumah yang megah mampu menampung sekian keluarga. Halaman rumah cukup luas, tempat bermain anak dan keponakan. Kebun belakang rumah juga longgar, tempat bertumbuh segala macam bunga dan buah-buahan. Pendek kata, tak ada orang meragukan kebahagiaan keluarga Masbuloh. 
Masbuloh adalah cermin suami idaman banyak perempuan. Hafal al-Quran, rajin ibadah, dan berjiwa sosial tinggi. Ia sabar dan rajin. Banyak urusan rumah tangga ditangani sendiri tanpa bantuan istri. Itulah yang membuat cemburu banyak perempuan. Termasuk perempuan dari masa silam Masbuloh. Ya, ada banyak mantan perempuan yang dekat dengan Masbuloh. Salah seorangnya adalah Indri, teman SMA. Memang dulu, Masbuloh sangat dekat, disebabkan sesama aktivis sekolah. Masbuloh terus memantau perkembangan Indri, dan tidak menyatakaan perasaannya. "Menunggu lulus SMA dulu," pikirnya waktu itu. Namun, menjelang lulus SMA, ternyata Indri telah menjalin hubungan asmara dengan lelaki lain, seorang alumni yang sudah kuliah di perguruan tinggi ternama.
Sejak kuliah S1, Masbuloh tak lagi mengikuti jejak Indri. Cukup lama, bahkan Masbuloh pun tak sempat mengundang Indri ke acara pernikahannya 8 tahun lalu. Perkembangan teknologi mengubah banyak hal. Termasuk hal yang tak terduga. Media sosial sangat canggih, khususnya facebook. Melalui FB, Indri berhasil mendapatkan akun Masbuloh. Ternyata FB memungkinkan teman sesama sekolah dapat saling kontak dan berhubungan kembali sebagai teman. 
Sejak itu, Masbuloh dan Indri mulai kontak kembali. Pertama Indri menyapa melalui inbox, kemudian me-like status, dilanjutkan komentar di status Masbuloh. Tak lupa pula, chat pun dilakukan. Tentu saja, Masbuloh pun sesekali me-like status Indri, sekadar pantas-pantasan. Indri selalu punya tema untuk dijadikan alasan. Termasuk hubungan keluarganya yang telah retak dan berpisah dengan suaminya. Banyak hal diceritakan Indri kepada Masbuloh, seperti pendidikan anak, sikap mantan suaminya yang terus mengganggu, dan apa yang harus dilakukannya agar dapat tabah menjalani hidup sebagai singel parent. Masbuloh selalu berusaha memberi nasihat sepantasnya. Dalam batas yang wajar. Tapi, Indri rupanya memiliki keinginan lain. Bahkan, tak jarang Indri menyantroni atau mencegat Masbuloh untuk diajak ke restoran. Meski sekadar minum teh. 
Semua yang dialami Masbuloh tak lupa diceritakannya kepada istrinya. Bahkan istrinya juga mengetahui siapa saja mantan perempuan yang pernah dekat Masbuloh. Tak jarang, istrinya menjawab sms atau komen FB para perempuan tersebut melalui HP dan akun Masbuloh. Sebab, Masbuloh sendiri tak pernah menutupi apa yang terjadi. Masbuloh juga sering menggeletakkan HP dan tidak memberi kode tertentu. Sehingga istri dan anaknya dapat ikut mengaksesnya.
Suatu ketika, telpon Masbuloh berdering kencang. 
"Bang, ada telpon dari mantan pacarmu!" panggil istrinya. Masbuloh cuek bebek. Sekadar melirik sekilas. Biasanya istrinya yang angkat telpon tersebut. Tapi kali ini tidak.
"Bang, telpon dari mantan pacarmu, tuh!" tegur istrinya. Masbuloh senyum sendiri. 
Diangkatnya HP dan diterima suara dari seberang. Ternyata Indri.
"Kenapa, Ndri?" tanya Masbuloh keras. Suaranya cukup  nyaring. Terdengar ke suara istrinya yang sedang membaca buku. Suaminya melirik sambil senyum-senyum.
"Aku Indri, Bang." ujar suara di seberang.
"Iya, aku tahu. Kenapa?"
"Bisa keluar sebentar, Bang? Keluarlah dari rumahmu. Aku di depan rumahmu. Aku mau bicara sebentar!" Masbuloh ambil nafas. Ia memandang istrinya. Istrinya tersenyum dan angguk kepala. Ini pasti masalah genting. Tiba-tiba saja Indri telah di depan rumah mereka.
Masbuloh keluar rumah dan menjumpai Indri.
"Kenapa, Ndri?"
"Keluar, yuk. Cari yang hangat-hangat? Teh atau apa gitu."
"Wah, malam sudah ini, Ndri." tukas Masbuloh. Ia malas. Apalagi ia sedang mengerjakan tugas kantor.
"Sebentar saja, Bang!"
"Yahhh...Kalau cuma sebentar, untuk apa harus jalan? Bilang saja di sini, mau bilang apa juga?" 
"Aku dah cerai, Bang."
"Lah, aku kan sudah ngerti. Kamu kan udah pernah cerita."
"Itulah, Bang. Brengsek dia itu, Bang."
"Lho, katamu dia sebenarnya baik. Kok sekarang bilang brengsek."
"Ah, dia brengsek kok, Bang. Main belakang. Selingkuh! Brengsek."
"Ya udah. Kamu tinggal ganti yang lain to. Cari dan pilih yang lain. Kamu masih muda. Masih cantik juga."
"Aku masih cantik kan, Bang?"
"Iya. Siapa yang bilang tidak?"
"Berarti aku cantik di mata abang ya? Abang suka aku tidak?"
"Ya, kamu cantik. Tapi bukan berarti aku harus suka!"
"Ah, abang pasti benci aku. Ini gara-gara masa lalu kita kan Bang."
"Aku sama sekali tidak benci kamu kok, Ndri."
"Berarti abang masih suka aku kan? Seperti dulu itu. Aku mau menunggu jawaban Abang kok. Tidak buru-buru."
"Tidak bisa, Indri. Aku telah beristri. Telah menikah. Telah punya anak."
"Tapi, abang bukankah masih suka aku?"
"Itu dulu, Indri. Sekadar cinta monyet belaka. Itu sudah bertahun-tahun silam. Tapi sejak kenal istriku sekarang, semua itu sudah berubah. Aku tak mungkin menghianati istriku."
"Kamu takut istrimu, Bang! Biar aku yang ngomong ke dia."
"Tidak begitu. Saya ini seorang lelaki. Tidak mungkin melakukan hal yang melukai wanita."
"Alasanmu tidak jelas, Bang."
"Kamu ingin alasan yang asli?"
Indri hanya diam. Memandang lelaki yang dulu pernah ditaksirnya. Tapi, dulu Masbuloh tidak meyakinkan. Penampilannya kumuh. Tidak pernah jajan. Sekolah jalan kaki. Dan tidak berani mengungkapkan perasaannya.  
"Indri, mencintai seorang perempuan itu tidak mudah bagiku. Bahkan, selama perjalanan hidupku, aku lebih banyak menghadapi penghianatan daripada mencintai. Jadi, jatuh cinta itu sebuah perasaan yang mahal bagiku. Atas itu, aku sama sekali tidak ingin berhianat kepada istriku."
"Tapi...."
"Aku yang memilih dia sebagai kekasih, Indri. Aku yang memutuskan dia adalah kekasihku, dan kemudian menjadi istriku. Saya sudah berjanji, khususnya berjanji kepada diriku sendiri dan Tuhan, bahwa aku hanya memilih satu ini saja. Aku tak ingin membuatnya bersedih. Apapun yang terjadi di masa kini dan mendatang. Apalagi istriku sangat mencintaiku, bahkan saat tidak ada seorang perempuan pun yang mencintaiku. Itu adalah alasan terbaik yang lain yang kumiliki."
"Baiklah. Aku ingin menjadi teman baikmu saja."
"Itu juga tidak mungkin. Hanya istriku teman sejati. Bahkan saat orang lain belum menjadi teman terbaikku. Aku pasti tidak dapat cocok denganmu, sebab kita berbeda minat. Aku mencintai apa yang tidak kamu suka. Begitu juga sebaliknya. Kamu tidak mungkin memberikan apa yang sudah diberikan istriku lahir batin, sejak istriku mengenalku. Saya juga tidak memiliki waktu untuk menemanimu melakukan apa yang kamu suka, belanja, kuliner, jalan-jalan, sebab semua waktuku untuk pekerjaan, keluarga dan Tuhanku. Dan, ini yang mutlak, istriku pasti cemburu, sebagaimana juga engkau cemburu kepada pacar mantan suami. Aku tak ingin melihat istriku sedih gara-gara cemburu. Aku bukan lelaki yang bangga dapat tidur dengan banyak perempuan. Tapi aku ingin menjadi lelaki yang terus berusaha memiliki wanita yang bersedia menjadi teman tidur seumur hidupku. Istriku juga pasti tidak akan bangga aku memiliki banyak pacar sekarang ini. Ia pasti lebih bangga bila aku memiliki banyak wanita yang telah aku tolak cintanya."
"Jadi gimana bang?"
"Indri, seorang pria memang harus mampu menahan godaan daya tarik. Sedangkan perempuan harus kuat menahan kesepian.  Aku tak ingin mengorbankan apa yang telah dikorbankan istriku, ia dari kecil tumbuh berkembang bersama keluarganya yang bahagia tanpa kekurangan apapun, dan memilihku sebagai suami, bertaruh masa depan yang sama sekali tak dibayangkannya. Dan sekarang ia menjadi istriku."
Indri menundukkan kepala. Menetes air matanya di hadapan lelaki yang dulu sebenarnya dicintainya. Tapi ia terpaksa memilih lelaki lain, yang sekarang telah bercerai dengannya. (disarikan dan diceritakan ulang dari berbagai sumber medsos, oleh Hasni)

   

Comments