SAJAK-SAJAK MUHAMMAD THOBRONI: SAJAK HARI BURUH

SAJAK-SAJAK MUHAMMAD THOBRONI: SAJAK HARI BURUH




SAJAK SEPASANG BURUH


Seorang buruh menepuk bahu istrinya
Seorang buruh perempuan yang sedang berjuang
Mendapatkan sesuap harapan
"Sudahlah, Istriku. Hari telah siang. Ayo kita pulang.
Kita berdoa saja dalam sembahyang. Semoga Sang Hyang
Menepuk bahu para Tuan agar sedikit berpikir
Bahwa kita belum pernah kenyang. Percayalah, Sang Hyang
Tak pernah tidur siang. Sebentar senja, malam,
Atau pagi menjelang, semua segera berubah. Semua segera berubah."
Istrinya tersenyum dan menyahut dengan sayang,
"Kita hanyalah buruh, Suamiku. hanya berusara
Yang kita mampu. Sebelum semua luruh. Sebelum semua luruh.
Doa kita adalah gemuruh. Lebih kencang daripada
Segala gelombang pasang dan banjir bandang. Baiklah
Kita pulang dan peluklah dadaku dengan riang."


SAJAK HARI BURUH

Selamat hari buruh, Kawan-kawan!
Angkat tangan ke atas kencang-kencang
teriakkan lantang-lantang
bahwa perut kita belum pernah kenyang!

Selamat hari buruh, Kawan-kawan!
Tegak kaki berdiri di atas tanah panas
menggantang matahari
agar jiwa buruh tak lekas
sunyi

Selamat hari buruh, Kawan-kawan
Teruslah berlari
mengejar bayang-bayang
dan menjadilah seperti ilalang
tak pernah rapuh berjuang
tak pernah luruh diterpa parang

Selamat hari buruh, Kawan-kawan
meski kita hanyalah rerumputan
yang diinjak-injak dan akan terus diinjak-injak
oleh serakah kaum binatang
tapi setidaknya kita pernah
bernyanyi dengan suara lantang

Selamat hari buruh, Kawan-kawan!
tak apalah kita menjadi ranting-ranting patah
berserak menjadi nanah-nanah
menguning bau busuknya
sepanjang tanah
Tapi setidaknya kita pernah
bersuara menantang



Comments