GADIS DI TEPIAN JENDELA
Oleh Patillah Bte Zainab
Semerbak bau tubuhnya seakan memukau
para pemuda desa, bibirnya yang merah merona, kulit seputih salju, dengan suara
nan indah. Namun masih ada terpendam di raut wajahnya yang begitu cantik.
“Mengapa dia menangis ? Siapa namanya
?”ujar jala
Pertemuan pertama kali lewat sebuah
jendela kecil yang bersampingan dengan jalan telah membuat hati jala tertarik
pada sosok perempuan yang selalu menangis di tepian jendela kecilnya. Jala seorang
pemuda yang baru datang dari desa seberang, berbadan tegap, berwajah tampan,
dengan sifatnya yang ramah pada semua orang yang membuat warga desa merasa
nyaman padanya.
Cahaya remang-remang menghiasi kamar
yang tak sedikit bisa membuat jala terlelap dalam lelahnya, sambil mengkhayal
memandangi langit-langit yang hanya sebatas seng dan kayu, jala membantali
kepalanya yang terasa penat dengan lengan hingga setiap kali menarik nafas,
meski pelan, terhirup bau ketiaknya yang sengak. Ia merasa kamarnya kian sesak,
bertambah menekan perasaannya.
“Ah, alangkah nikmatnya punya rumah
lapang, batinnya. Punya istri cantik, dan tentu saja, setia. Ah, tetapi, apakah
ada Gadis cantik yang setia? “
Cahaya di kaki langit kini mulai
terlihat, ayam berkokok petanda matahari mulai menyapa, menarik nafas
sedalam-dalamnya lalu menghembuskan dengan rasa syukur pada yang Maha Kuasa, seperti
kebiasaanya Jala selalu mengendarai sepeda bututnya mengelilingi desa, menebar
sapaan pada penduduk desa yang sibuk mengurus keluarga masing-masing, dengan
tanpa di sengaja jala melihat gadis itu lagi yang hanya duduk di tepian
jendela.
“Kenapa dia hanya menangis?” Tanya
dalam hati
Jala semakin penasaran dengan gadis
itu, lalu jala memberanikan dirinya untuk menyapa gadis di tepian jendela
tersebut
“ Hai ..” sapa Jala
Sapaannya hanya dibalas dengan
pandangan mata yang tajam bagai harimau yang sedikit lagi akan menerkam
mangsanya, air matanya mengalir di pipi seakan-akan ada sesuatu yang harus Jala
ketahui.
“ lalu kenapa hampir setiap harinya
gadis di tepian jendela itu menangis? “ Tanya dalam hati
Tanpa mengurangi rasa ragunya jala
memberanikan diri menghampiri rumah gadis itu, Jala bertemu dengan sang ibu
dari gadis tersebut, pepohonan rindang, angin miris berhembus dengan sebuah
rumah kecil yang hanya di huni oleh seorang ibu yang menjelang usia senja dan
seorang gadis cantik yang selalu di tepian jendela, jala memulai percakapan
yang seolah-olah ingin mendapatkan sesuatu yang dia inginkan apatah lagi gadis
itu sudah menggumat hati dan pikiran Jala sejak pertama kali bertemu pandang.
Jala pun bertanya pada sang ibu
“Permisi, Ibu.”
“Iya, Nak. Ada apa anak kemari?”
“Tidak mengapa, Ibu. Saya cuma ingin
tahu itu anak ibu?” Ia menunjuk ke arah gadis.
“Iya. Itu anak gadis saya. Ada apa, Nak?”
“Tapi kok hampir tiap hari saya
melihat dia hanya duduk di tepian jendela dan menangis? Sepertinya ada yang dia
tunggu?”
Pertanyaan Jala tidak mendapatkan
respon yang baik dari orang tua gadis tersebut. Jala pun pergi dengan sepedanya
sambil berfikir mengenai hal tadi. Tiba-tiba dia menabrak seorang kakek yang
juga separuh baya.
“Maaf-maaf, Kek. Saya kurang hati.”
ujar Jala
“Oh, tidak apa-apa, Nak. Tapi mengapa
anak ini seperti sedang berfikir sesuatu?“ Tanya kakek.
“Oh, tidak, Kek. Saya cuma agak heran
mengapa gadis di tepian jendela itu menangis hampir setiap hari.“
“Gadis cantik itu, katanya orang desa,
dia sedang menunggu pacarnya yang nyatanya sudah meninggal 2 bulan yang lalu
karena kecelakaan dalam perjalanan ingin melamar gadis itu.“
“Oh, saya pergi dulu kek.“ Ia tergesa-gesa.
Seperti duri yang tertancap di tangan.
Mungkin seperti itulah apa yang Jala rasakan ketika mendengar penjelasan kakek
itu tadi. Bagaikan ingin lari sekuat tenaga. Ingin teriak. Namun apalah daya
seorang Jala yang sudah menaruh harapan pada gadis di tepian jendela itu
“Aku sebenarnya harus bagaimana? Aku
harus berbuat apa untuk menghilangkan perasaan ini ya allah? CintaMu begitu
suci Ya Allah. Aku tidak ingin menodai cinta yang engkau anugerahkan padaku.”
ujar Jala dalam tangisnya.
Benar apa yang dikatakan orang-orang
bahwa sekuat apa pun manusia pasti akan meneteskan air mata kelak. Itulah yang
dirasakan Jala sembari mendengar kisah gadis itu. Sementara baring dengan
berbantal lengannya Jala pun merenung dengan sedalam-dalamnya.
“Aku harus mendapatkan gadis itu. Dia
benar-benar gadis setia. Menunggu sang pacar datang meski sudah meninggal dunia.
Lalu kenapa selama 2 bulan ini dia masih saja menangis sampai sekarang? Apa
karna hal itu lagi? Kok jadi binggung, iya?” berkecamuk dalam hati Jala.
Semakin berfikir keras semakin lama
lampu kini mulai kabur. Dan akhirnya Jala pun terlelap dalan tidurnya.
“Subahallah, sungguh benar-benar
cantik dan ayu gadis di tepian jendela ini. Meski sedang menangis tetap saja
cantik.“ ujar Jala.
Dengan hanya bermodal nekad, Jala
mencoba melambaikan tangannya kearah gadis itu. Lalu tanpa mengharapkan
balasan, ternyata gadis itu membalas lambaian tangan Jala. Apa tidak Jala
kegirangan sehingga menabrak pohon di depannya.
“Hahahaha…” Anak-anak kecil menertawai
Jala.
Setibanya di rumah dengan wajah yang
ter-ser-lah girangnya. Senyum-senyum
sendiri. Dan hampir tiap saat merapikan rambutnya sambil berkaca. Tidak lupa
wewangian yang dia semprotkan pada pakaiannya.
Rintik hujan menyentuh bumi. Dedaun
menghijau pohon melambai mesra. Burung tak canggung bernyanyi memberi sapaan
hangat pada penghuni semesta alam. Matahari tersimpuh malu. Angin bertiup
sepoi-sepoi. Seakan dunia milik berdua saat dilamun cinta seperti Jala.
Malam menyongsong, Jala menulis
sepucuk surat cinta pada gadis di tepian jendela itu:
Kekasihku,
Meski tangan tak sampai, mata tak melihat,
telinga tak mendengarkan suaramu,
namun hati ku merasakan cinta yang hadir sejak pertama bertatap mata,
Kasihku, izinkan aku menabur cinta di dalam hatimu,
izinkan aku memelukmu dalam doaku,
untaian kata sederhana yang kurangkai mewakili perasaanku terhadapmu,
dengan harapan engkau Si Gadis Di Tepian Jendela akan membalas suratku
Sepertinya Jala benar-benar dalam
lamunan cintanya. Surat yang dia tulis untuk gadis di tepian jendela itu
benar-benar mewakili perasaan cinta pada gadis itu. Namun hari demi harinya Jala
menunggu balasan surat cintanya yang tak kunjung datang.
“Dummm ..”
suara Guntur.
Jala kaget lalu terbangun. Membenarkan
jendela kayunya yang sedang terbuka. Lalu kembali ke tempat tidurnya,
“Aku bermimpi apa beneran, iya?”
Tanya dalam diri.
“Ah, aku rupanya bermimpi. Lalu
lambaian tangan? Surat cinta? Itu juga semua mimpi. aarrggkk !!!” sambil menggaruk kepalanya.
“Lalu niatku untuk mendapatkan gadis
yang setia?” Tanya dalam hati.
Suara ambulan terdengar di kejauhan. Jala
pun mencari di mana asal bunyi mobil ambulan. Dan nyatanya ambulan itu sedang
berada di halaman rumah gadis di tepian jendela itu. Jala berlari menuju ke
rumah tersebut. Lalu melihat gadis itu diawasi oleh pada dokter yang entah
dokter apa. Mulai merasakan kebingungan dalam dirinya. Jala menghampiri hampir
setiap orang yang di rumah tersebut. Namun tiada satu pun yang menjawab
pertanyaannya. Rebah di pojokan dinding. Lalu menangis keheranan. Pertanyaannya
masih saja belum terjawab.
“DIAM .. !!” teriak Jala.
Semua terdiam dan kaget karena
teriakan jala yang sedikit menganggu percakapan mereka yang sedang sibuk mundar
mandir.
“Ini ada apa sebenarnya? Kenapa tidak
ada seorang pun yang menjawab pertanyaanku?” Tanya jala sambil teriak.
“Kamu kenapa, Nak? Maafkan ibu yang
sekian lama tak memberitahumu. Gadis yang di tepian jendela itu adalah orang
yang sudah kehilangan akal sehatnya. Akibat stress karena dia tidak bisa
menerima kepergian calon suaminya. Maafkan ibu, Nak.” Sambil menangis di depan Jala.
Jala hanya bisa tercengang mendengar
penjelasan ibu gadis di tepian jendela itu. Air matanya kini membasahi kolam
pipinya. Jala berlari sembari dokter ingin membawa gadis di tepian jendela itu
ke tempat pemulihan.
“Kamu .. kamu … aku cinta padamu, aku
cinta padamu!!” memegang pundak gadis itu dan teriak.
Dengan lambaian tangan seperti dalam
mimpi Jala. Gadis di tepian jendela itu melambaikan tangan terakhirnya pada Jala.
Seolah-olah ada pesan tersirat yang ingin disampaikan pada Jala.
“Aku akan menunggumu Gadis Di Tepian Jendela. Aku akan
selalu menunggumu.”
++++++
Patillah Bte Zainab merupakan Sarjana Pertanian, lulus
dari Fakultas Pertanian Universitas Borneo Tarakan. Semasa kuliah aktif di
UKM Seni dan Budaya UBT. Lajang asli
Sebatik, perbatasan Indonesia dan Malaysia, itu sekarang tinggal di kampung
halamannya di Aji Kuning, Sebatik, Nunukan.
Comments
Post a Comment