RIZKA MUSTAMIN | DESA TANJUNG MATOL, SUNGAI BUAYA DAN KENANGAN BERSAMA ANAK-ANAK DAYAK AGABAG | CERPEN | AMBAU.ID | ZONA LITERASI



Oleh Rizka Mustamin


Pukul 15:40. Pick up yang mengantar kami tiba di Tanjung Matol. Tepat di depan gerbang desa. 


Alangkah senangnya hati ini. Kami disambut warga Desa Tanjung Matol dengan senyuman. Mereka menunggu kami sedari tadi. Kami pun langsung turun dari mobil. Masuk. Bersalaman dengan warga.  Semua anak-anaknya pun berlarian menghampiri kami. Mereka berteriak, “Yeee, Kakak KJN sudah datang! ”.  Serupa melampiaskan kerinduan. 


Betapa hancur hati ini. Ketika melihat kondisi anak-anak Tanjung Matol. Wajah mereka yang lelah. Baju yang mereka kenakan  ada yang robek. Dan tak kulihat satu pun alas kaki yang mereka pakai.


Anak-anak menghampiri. Dan memeluk kami satu persatu. Entah kenapa air mata ini langsung menetes. Kami dekap erat  anak-anak itu. 


Kupalingkan wajahku dari mereka. Segera kuusap air mata ini. Itulah aku. Seorang relawan literasi yang cengeng melihat mereka serba kekurangan. Berbeda dengan diri ini yang serba berkecukupan.


Kami pun langsung diantar oleh Pak Kepala Desa menuju bangsal. Bangsalnya lebih mirip atau homestay. 


Tiba di depan Bangsal, kutatapi Bangsal itu keseluruhan. Bangsal hanya terbuat dari papan kayu. Tidak ada jendelanya. Hanya dilapisi karpet seadanya. Juga penuh debu. 


“Ya Allah, apakah aku bisa tidur nyenyak malam ini? Ah sudahlah. Toh ini hanya semalam saja, ” kataku dalam hati.


Setelah kami membersihkan bangsal, kami letakkan dan tata  semua barang bawaan. Kami keluar pergi ke sungai untuk mandi. Namun, ketika kami menuruni tangga bangsal, salah satu warga bertanya kepada kami, “Hendak ke mana, Dik?”. Kami berhenti.


Kami sahut serentak, "Mau ke sungai, Bu."

"Kami mau pergi mandi, Bu.” Kali ini kami diwakiki jawab oleh Kak Murni dengan suara lantang. 


" Mandi di rumah kami saja. Banyak buaya di sungai!" ungkap seorang warga. 


Kami kaget. Terhenyak. Begidik. Dan saling pandang. Sepanjang perjalanan perjalanan tadi kami menyaksikan jalanan masih berlumpur. Kubayangkan seandainya jalan kaki sepatu penuh lumpur. Bahkan terperosok dan harus dibantu ambil dengan tangan. 


Beberapa lahan berbatasan dengan sungai. Tampak rimbun ditutup dedaunan ilalang atau rumput besar. Menutup permukaan sungai Sesayap. Mungkinkah buaya sembunyi di sana? Tak ada di antara kami yang bisa menjawab. 


Warga lain memecah kesunyian. Mereka melihat kami saling diam. Seorang warga lain melambaikan tangan ke arahku. Aku pun menuruti. Menuju ke arahnya. Diikuti beberapa relawan lain. 


Warga lain pun menawarkan rumahnya untuk kami tumpangi mandi. Tanpa menolak. Kami pun berpencar untuk mandi di rumah warga. Betapa senangnya hati ini. Tidak jadi mandi di sungai. Masih terbayang seandainya jadi mandi di sungai dan mendadak buaya muncul. 

Selesai mandi, kami pun kembali ke bangsal. Melaksanakan sholat berjamaah. Di Desa Tanjung Matol tidak ada masjid. Mayoritas penduduk Dayak Agabak pemeluk Kristiani. 

Setelah semua kegiatan pribadi, kami keluar bangsal. Alangkah terkejutnya aku.  Semua warga dari sisi kanan maupun kiri datang berbondong-bondong menghampiri. Mereka membawa makanan masak dari rumah masing-masing. Wow. 


Aku bertanya dalam hati. Apakah ini sebuah tradisi? Apakah ini memang menjadi kebiasaan warga menyambut tamu?

Sungguh indah pemandangan ini. Tak pernah kutemui sebelumnya. Suasana sosial budaya yang mengagumkan. 


“Ayo, Nak, kita makan malam bersama dulu! ” ajak Pak Kades. Kami pun mengiyakan ajakannya. Kami bersama masuk  bangsal. Duduk rapi.


Selepas makan malam, kami diundang oleh Pak Kades ke Balai Adat. Pukul delapan malam diadakan acara penyambutan tamu. Sekaligus perkenalan kepada warga setempat. 


“Jangan lupa datang, Nak. Malam nanti kita pesta di Balai Adat”, ujar Kepala Desa. 

"Baik, Pak,"sahut kami. 


Kami gagalkan agenda malam ini. Rencana kami membungkus hadiah dan doorprize untuk acara literasi. Tak sabar menunggu malam tiba. Dan penasaran serupa apa pesta di balai adat malam nanti? 



RIZKA MUSTAMIN, alumnus Program studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Borneo Tarakan. Aktivis IMM dan relawan literasi di Komunitas Jendela Nusantara (KJN). Riska rajin mengikuti kegiatan literasi bahkan ikut buduy Pustaka ke daerah 3T di Kalimantan Utara. Dia juga aktif beragam kegiatan di kampusnya dulu. Pernah mengikuti Program Magang Penggiat Literasi Nasional 2021 yang diadakan oleh PMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Comments