SAMPUR YANG MENANDAI GEMERLAP KOTAMU: PUISI LUTFIA NURUL, BANYUWANGI



Sampur kelak kelok menyapu angin
Terbang dan menabur remah tanah
Sawahmu meminta senyum ramah. Lalu memuntahkan seluruh keranuman bulir padi. Ambil dan pahami bahwa napas petani berbau anugerah
Kekar lengannya menyangga cerita Kemiren dan Glagah
Cengkeram kakinya menyimpan keriangan Paspan dan Kayangan

Sampur yang kau sulam dari jala  pelaut,  mengamankan ombak menusuk lambung kapal lelakimu
Meski laut semalam menagih rindu
Pamit yang kaulepas, kuat menghadang Selat Bali yang ganas
Menantang tarian pari dan tengiri
Sesekali terbuai buih ringkih yang mengusap mata kaki

Sampur menyusuri lereng ijen
Menabur aroma legen. Sejenak kusesap sunyi. Mengapa yang tumpah ruah justru jejak misteri.
Mata-mata yang awas. Mulutnya panas. Kelebatnya menyisakan cemas. Hati. Sisihkan kenistaan dengan ketenangan paglak mengantar angklung soren.
Sisihkan kenaifan dengan selembah dzikir yang kauukir di bibir kawah

Sampur yang belum selesai menandai gemerlap kotamu
Menjadi saksi kunci
Penjawab segala tanya
tentang itu tentang ini
Tentang Banyuwangi yang mengepak sayap dan gandrung dalam senyap.

 (Banyuwangi,  06022019)

Comments