PENGAKUAN: PUISI MUHAMMAD ASQALANI, PEKANBARU



Ibu, biji-biji waktu terus saja tumbuh di bidang dadaku yang lapang lompong dan rumpang. Belum jua doa-doa untukmu rapi kusulam. Dan apa-apa yang tumbuh dalam kepala, adalah kelapa yang tak kau kenal. Tak berakar dan dan berjangkar. Aku semakin aneh menjadi anakmu, Bu. Tidakkah sebaiknya kau menyesal telah menyusui aku? Tak mampu kususun surga bagi matamu yang renta jeli, sementara neraka seperti mekar dari sepasang telingaku. Aku jadi teringat Musa yang dihanyutkan tapi kemudian di pelukan ibunya juga takdir melubukkan kasih sayang. Aku teringat Isa dan kepandaiannya berbiacara untuk kebenaran. Sementara aku siapa? Maka ibu, di kerutan keningmu yang bersujud, aku hendak mencium Tuhan meski bibirku retak.

2018

Comments