JALAN
SENYAP
(heri Mulyadi)
senyap
sepi
sendiri.
jalanmu
di detik
berlalu.
jingga
biru
hijau
lebur
membaur.
tiada
warna
engkau
kembali:
di sini
ke jalan
sepi
sendiri.
nafas
bertaut,
cinta
membalut.
dimana.....
di kejauhan
malaikat
melambai
tangan
untuk
jiwamu
kembali.
lalu...
adam
berkata:
inilah
anakku,
inilah
cucuku,
inilah
cicitku,
inilah
piutku,
inilah
enggangku,
inilah
bulu
mataku.
:
menyemut,
terus
menyemut,
lalu
mati
kembali
ke lembah
sunyi.
sendiri......
di mana
engkau
dicatat....
kemana
engkau
mencatat...
adampun
menangis
pilu....
seperti
muhammad
juga
mengadu:
ummati...
ummati....
maka
hendak
kemana
engkau...
MENYIMAK PERMAINAN KATA DALAM MAKNA
Meski sejarah perkembangan kesastraan Indonesia tetap bergejolak dari waktu ke waktu, namun kreativitas penyair akan terus menempatkan ciri tertentu dari tiap penyair.
Membaca puisi Heri Mulyadi bertajuk 'Jalan Senyap' saya jadi teringat dengan Sutardji Calzoum Bahri yang kerap memainkan kata dengan memunculkan efek bunyi seperti, ..kalau gong menjadi gong seperti gong gong/lengkingan suara anjing menggonggong ..dst.
Dalam larik yang hadir di puisi Sutardji, ia kredoi membebaaskan kata dari makna.
Puisi berjudul Kucing lebih banyak bermain di efek bunyi. Permainan kata hanya untuk menimbulkan bunyi.
Apakah permainan kata dan membebaskanya dari makna saat ini masih tetap dilakukan Surardji?
Dari puisi terbarunya Tanah Airmata tak terlihat lagi kesan kredonya seperti puisi Kucing di era 1970-an.
Puisi Jalan Senyap karya Heri Mulyadi yang seokah memainkan kata itu, tapi tak lepas dari makna sesungguhnya.
Dari bait pertama ..senyap/sepi/sendiri
Kemudian dilanjutkan dengan kata-kata di bait II .jalanmu/ di detik/berlalu..
Sikap Ajib Rosidi tidak sependapat dengan kredo Sutardji. Dalam puisinya Nyanyi Hari Natal, Ajib menulis ..di dada banyak dosa/pada muka yang lupa semua/pada rasa yang enggan menyerah/ di dada banyak dosa/ di dada banyak dosa..
Dari apa yang dipaparkan, kiblat kedua penyair tidak seiring.
Dari bait-bait yang dipapar dalam sajaknya, Heri mencoba bermain dengan kata-kata.
Meski demikian penyair ini menggiring puisinya ke satu titik makna tentang moral keyakinan.
Seperri kata ummati/ ummati.., ini ucapan Rasulullah SAW sesaat sebelum sosok terkasih Allah SWT itu menghembuskan napas terakhirnya.
Yang jelas, Heri tidak mematuhi kredo Sutardji.
Seperti dikatakan penyair Rusia, Vla dimir Mayakowsky mengatakan, penyair itu memiliki sikap dan kepribadian yang tak boleh dijajah orang lain. Meski secara tipografi sajaknya ada kemiripan bentuk, tapi ia diciptakan dengan ide dan prinsip yang berbeda. (Salam)
ANTO NARASOMA. PENYAIR TINGGAL DI PALEMBANG
(ilustrasi javadesindo art gallery/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)
Comments
Post a Comment