MENINGKATKAN POTENSI ANAK BANGSA LEWAT FILM 3 SRIKANDI



Judul film               : 3 Srikandi
Durasi                     : 122 menit
Sutradara                : Imam Brotoseno
Penulis Skenario    : Swastika Nohara, Iman Brotoseno
Produser                 : Raam Punjabi
Pemain                   : Reza Rahadian, Bunga Citra Lestari, Chelsea Islan, Tara Basro
Rumah Produksi    : Multivision Plus Pictures

  Film 3 Srikandi mengangkat kisah tiga atlet panahan wanita legendaris, Nurfitriyana Saiman, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani bersama pelatihnya, Donald Pandiangan. Mereka menjadi kontingen Indonesia yang berjuang di ajang Olimpiade Seoul tahun 1988. Berangkat untuk  satu  tujuan, membawa pulang medali untuk negeri. Di balik cemerlangnya prestasi, mereka berangkat dari latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Nurfitryana Saiman atau Yana (Bunga Citra Lestari) adalah perempuan asal Jakarta yang mempunyai Impian untuk berprestasi di panahan. Namun, dia mendapat penolakan keras dari ayahnya yang ingin dia menjadi orang berpendidikan tinggi. Yana bertekad untuk menyelesaikan kuliahnya dan mendapatkan prestasi tertinggi di panahan. Dari Surabaya, tokoh Lilies Handayani atau Lilis (Chelsea Islan) mengalami cinta tak direstui ibunya yang merupakan pelatih panahan, sehingga membuatnya kurang menikmati sesi latihan. Beranjak ke pulau seberang, Kusuma Wardhani atau Suma (Tara Basro) berangkat membawa impian menjadi peraih medali di olimpiade, melampaui keinginan sang ayah yang ingin anaknya jadi PNS. Sang  pelatih, Donal Pandiangan atau dipanggil bang Pandi (Reza Rahadian), adalah lelaki keturunan batak yang digelari Robinhood Indonesia atas prestasinya. Pandi ditugaskan untuk menggembleng kemampan dari 3 Srikandi agar siap bersaing di tingkat internasional. Sifatnya yang keras dan disiplin seringkali menimbulkan konflik.
  Film 3 Srikandi diawali dengan menceritakan latar belakang tokoh-tokoh dengan apik dan menarik. Awal yang baik untuk membuat penonton merasa peduli dengan keadaan tokoh-tokohnya. Pembukaan kisah ini juga menyiratkan bahwa menjadi pencetak sejarah, sudah pasti jalannya tak mulus. Namun dengan impian yang begitu kuat, Yana, Lilies, Suma, dan tentunya bang Pandi, rela berjuang begitu keras untuk mengukir prestasi Indonesia di olimpiade. Setiap tokoh di 3 Srikandi mendapatkan porsi penceritaan yang berimbang, tak ada yang benar-benar menonjol. Yana sebagai yang paling senior dibanding dua rekannya, berhasil menjadi kakak yang baik untuk adik-adiknya. Sebagai yang paling muda, Lilies yang usianya baru 21 tahun ini seringkali mencuri perhatian dengan sifat kekanakannya juga logatnya yang medok. Lilies pula yang kerap membawa nuansa komedi yang mengundang tawa penonton.
Kami sangat menikmati setting 80-an yang ditampilkan dalam film 3 Srikandi. Detail-detail seperti barang-barang, kendaraan, dan pakaian benar-benar dipersiapkan dengan matang sehingga menyerupai keadaan zaman itu. Pengambilan sudut pandang gambar juga sangat mendukung nuansa klasik yang dibangun dalam film ini. 3 Srikandi berpotensi mengecewakan penonton yang berharap mendapat banyak hal-hal yang terkait dunia olahraga panahan. Tak terlalu banyak detail teknis tentang panahan yang didapatkan. Sebagai awam, ya penonton (terkesan) hanya disajikan perjuangan dan dramanya saja. Film 3 Srikandi mencoba menghadirkan banyak tokoh dan banyak hal yang menjadi fokus. Perjuangan, keluarga, dan percintaan berturut-turut, silih berganti. Pada akhirnya memang harus terfokus pada kisah perjuangan. Kisah kekeluargaanya hanya di taraf “cukup menyentuh”, sedangkan dua kisah cinta di dalamnya terasa hampa tanpa chemistry. Memang tak salah sang sutradara, Iman Brotoseno melakukan ini, mungkin saja kalau tak ada bumbu keluarga dan percintaan, film ini akan berlangsung membosankan. Di tengah tidak fokusnya hal yang ingin disampaikan, satu hal yang kemungkinan besar membuat penonton “fokus” adalah kecantikan 3 srikandi itu.
Sebagai debut Iman Brotoseno sebagai sutradara film layar lebar, film 3 Srikandi adalah pencapaian yang dapat dibanggakan, tak sabar menanti garapan beliau selanjutnya. Film ini dirilis bersamaan dengan pembukaan Olimpiade di Rio 2016, sepertinya ada agenda untuk membangkitkan semangat olahraga di negeri ini. Film ini agaknya telah mencapai tujuannya yaitu memunculkan kepercayaan masyarakat Indonesia akan potensi dan kemampuan yang dimiliki putra-putri bangsa. Kepercayaan tersebut harus tetap ada agar kontingen Indonesia merasa ada dukungan moril dari jutaan rakyat Indonesia.

RIKAH MALIYAH, mahasiswa pendidikan matematika fkip ubt

Comments