PUISI ESAI: SEBUAH KENISCAYAAN KREATIF



Memperdebatkan puisi esai masuk dalam tipologi sastra apa bukan, sejatinya kita telah  mengulang-ulang perdebatan akademik yang telah berlangsung sejak lama terutama di era pertengahan masa  kegelapan Eropa sampai era the elightment abad 17 M bahkan terjadi hingga sekarang.

Demikian halnya saat era Islam di Eropa thn 800 M hingga 1400 M yg berpusat di Spanyol perdebatan akademik telah ada.

Filsuf besar Islam Imam Al Gazali yg tulisannya berkelana di dunia "noumena" yg transendental meminjam istilah Emanuel  Kant  dikritik habis2an oleh filsuf Islam yg lain seperti Ibnu Rusyd yg menggunakan filsafat barat dlm mendedah pemikiran Imam Al Gazali. 

Di ranah Linguistik perdebatan antara Saussure dan Derrida terkait teks dan tuturan jg menghadirkan perdebatan sengit bahkan Derrida menganggap tokoh Linguistik modern itu gagal dlm melihat fenomena2  yg ada dlm Linguistik.

Tdk hanya itu dlm tradisi Islam perdebatan kelompok jabariiah yg menyandarkan hidupnya pd takdir jg dikritik pedas oleh kelompok Muktazilah yg bercorak rasionalis sebagaimana cara berpikir barat yg  merumuskan bhw  segala sesuatu itu tergantung pd manusia itu sendiri.

Yg tak kalah heboh atas kelahiran Puisi Esai di Indonesia jg menggelinding menjadi perdebatan hangat,panas  bhkn siap meledak. Dua kubu sama2 memiliki argumen yg kuat.

Namun begitu menghakimi karya kelompok lain dengan gerakan yg mengekang, mengganjal atau bahkan ada dengar ada tekanan 2 tentu ini jelas2 sudah diluar karakter dunia sastra yg membawa obor "kebebasan". Prinsip le' art pour le' art "  telah dilanggar dalam kasus ini.

Bagaimanapun juga Puisi Esai Indonesia tidak bisa ditolak kehadirannya, ia adalah realitas sosial dlm dunia sastra yg dinamis. Puisi esai Indonesia justru menghidupkan dunia sastra yg selama ini hanya bergerak di wilayah pheriperal dan belum masuk ke episentrum kekuasaan dan jantung peradaban.

Ayooo....bangkit penyair Puisi Esai Indonesia maju terus pantang utk mundur...

Di tepi sungai Kahayan Palangkaraya Kalteng.


Imam Qalyubi, daun lontar, peneliti budaya UIN Palangkaraya



(ilustrasi higher education/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk setiap informasi berharga dan mencerahkan)

Comments