Manusia Bermental Mental Baja
Oleh Mila Muzakkar (Sekretaris Forum Kreator Era AI/KEAI)
(25 September 2024, setelah berbulan-bulan dikritik, dihujat, dan membuat gaduh, Denny JA sebagai ketua Satupena menulis pesan maaf untuk anggota Satupena)
Di tengah sunyinya malam, ia kerap merenungi hidupnya
“Kemana hidup ini akan diarahkan? Akan dikenang sebagai apa jika saya mati nanti?”
Abdulllah, anak miskin yang introvert. Hanya buku teman akrabnya. Di bawah pohon rindang adalah perpustakaan ternyamannya.
Tekun, rajin, dan persisten, adalah karakternya.
Ia keras seperti batu yang tak lekang meski dihantam ombak, ia terus mengejar apa yang dicita-citakannya.
Membaca, menulis, membaca, dan menulis, adalah senjata hidupnya.
“Saya tak boleh mengantuk. Saya harus bangun,” Abdullah terus mengoceh sambil menyiram kepalanya dengan air seember. Begitu cara Abdullah memaksa dirinya tenggelam dalam lautan ilmu.
“Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China.” Peribahasa yang diadopsi dari hadist Ibnu Abbas RA, dilampauinya. Abdullah, anak kecil introvert dari kota Mpek-Mpek mampu melanglangbuana ke negeri Paman Sam.
Keyakinannya pada ilmu pengetahuan mengantarkan Abdullah pada tangga-tangga kesuksesan. Berkali-kali ia hijrah. Dari Akademisi, intelektual, host TV, penulis, penyair, sastrawan, film maker, konsultan politik, pengusaha, spiritualis, aktivis keberagaman, pelukis dengan bantuan AI, hingga menjadi filantropis. Ratusan buku, video, lukisan, pesan kemanusiaan dan perdamaian telah beredar di berbagai media sosialnya.
Abdullah, satu orang dengan multitalenta, multidentitas. Abdullah lalu reinkernasi menjadi seorang milyader. Duitnya tak berseri. Penghargaan dari dalam dan luar negeri juga membanjirinya.
Tapi hidup tak selalu berjalan linear. Miskin, lalu kaya selamanya, atau sedih dulu, lalu bahagia selamanya. Konsep hidup tidak begitu! Hidup itu fluktuatif, naik-turun. Setiap level kehidupan, selalu punya ujiannya sendiri. Abdullah ditempa berbagai ujian.
“Selain uang, Abdullah tidak punya apa-apa!” seorang intelektual pernah berkata.
“Sudah berapa banyak orang yang ia sogok dengan uangnya? Ada uang, semua bisa direkayasa,” teriakan lainnya datang.
Tahun 2015, ramai-ramai orang mulai menkritiknya, menghujatnya, karena ide puisi esai yang dianggap memporak-poranda “dunia perpuisian”.
31 Januari 2018, perwakilan penyair mendatangi Balai Bahasa Jawa Barat di Bandung. Mereka berteriak, protes, dan menolak Gerakan Puisi Esai Nasional yang digagas oleh Abdullah.
Sastrawan lainnya juga tidak tinggal diam, “Abdullah itu konsultan politik. Bagaimana mungkin ia bisa dicalonkan menjadi 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh? Ia tak bisa dan tak layak sejajar dengan Chairil Anwar atau Sapardi.
Arus kritk dan hujatan terus mengalir bak air bah. Pemilu tahun 2024, langkah Abdullah yang dengan terbuka mengumumkan mendukung presiden, yang kabarnya “presiden pesanan presiden sebelumnya”, adalah puncaknya.
Di grup Whatsapp yang dipimpinnya, beranggotakan 150 lebih orang-orang ternama, gaduh. Berbulan-bulan kritikan tumpah di sana. Variasi kata-kata kasar berhamburan di sana. Tak ada lagi wibawa, penghargaan, kebijaksanaan, atau kesedar rasa kemanusiaan.
Pagi hari, 25 September 2024, tanpa ragu Abdullah menulis pesan di grup Whatsapp yang dipimpinnya itu. Akhirnya ia merespons setelah berbulan-bulan dihujat.
“MOHON MAAF dan semoga lebih baik.
Teman-teman sekalian,
Selaku ketua umum, saya menyatakan mohon maaf jika ada kesalahan atau dianggap ada yang kurang pas dalam leadership saya.
Ke depan, semoga semua lebih baik, kita benahi yang kurang.
Kembali ke tujuan awal: mari kita berlomba-lomba berkarya.
Sekali lagi mohon maaf dan terima kasih.
Ajaib! Seketika, kritik, hujatan, dan kegaduhan di grup whatsapp itu terhenti. Suasana menjadi tenang, adem, damai.
Inez, sahabat Abdullah meradang. Ia tahu betul karakter dan perjuangan Abdullah sedari awal, sejak masih zaman mahasiswa. “Abdullah, kenapa kamu diam saja membiarkan orang-orang itu menghujatmu? Gagasan kamu luar biasa, layak diperjuangkan!”
Dengan senyum mengembang, wajah teduh, Abdullah terlihat tenang. “Pujian dan kritikan sama baiknya,” jawabnya singkat.
Abdullah tegak lurus ke atas langit. Yang diyakininya baik, akan terus diperjuangkannya. Ia tak mau membiarkan dirinya jatuh hanya karena gosip dan hujatan dari siapa pun. Mentalnya bukan kaleng-kaleng. Ia bermental baja!
Puncak pencapaiannya dalam ilmu pengetahuan dan harta telah ia bagikan. Setiap hari, ia membagi gagasannya yang inspiratif lewat tulisan. Abdullah juga telah menanamkan sebagian hartanya untuk kegiatan kemanusiaan dan perdamaian.
Abdullah terus melangkah, berkarya, dan berjalan dalam kabajikan. Yah, itulah tujuan besar hidupnya saat ini. Di ulang tahunnya yang ke 62, ia semakin yakin berjalan dalam cahaya Tuhan, yaitu jalan kebajikan.
Selamat ulang tahun Abdullah.
*Puisi esai ini ditulis khusus sebagai kado ulang tahun untuk Denny JA
Catatan kaki
https://www.tempo.co/teroka/penyair-jawa-barat-tolak-gerakan-puisi-esai-nasional-denny-ja-983594
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3295420/kontroversi-puisi-esai-denny-ja-eko-tunas-puisi-esai-bukan-genre-baru
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3234319/muncul-petisi-tolak-proyek-antologi-puisi-esai-denny-ja
Comments
Post a Comment