"HIJRAH BERKALI-KALI" DAN DIMENSI KEHIDUPAN


"HIJRAH BERKALI-KALI" DAN DIMENSI KEHIDUPAN 


Buku "Hijrah Berkali-kali ala Denny JA" oleh Mila Muzakkar tidak hanya sekadar biografi inspiratif tentang Denny JA, tetapi juga sebuah refleksi mendalam tentang pencarian makna hidup. Buku ini memadukan berbagai dimensi—psikologis, spiritual, dan budaya—yang memungkinkan pembaca, terutama generasi milenial dan Gen Z, untuk menggali nilai-nilai yang relevan dalam menghadapi kompleksitas dunia modern. 

  

Dalam kerangka psikologi, konsep "hijrah" yang berulang-ulang mencerminkan proses transformasi dan resiliensi. Seperti yang dikutip dari Victor Frankl, "Derita akan berhenti menjadi derita jika kita menemukan makna kehidupan" (Frankl, 1946). Denny JA, dengan perjalanan hidupnya, menghadirkan teladan tentang bagaimana seseorang dapat "menegosiasikan" takdirnya, sebuah ide revolusioner yang tidak lazim di masyarakat kita. Penderitaannya di masa muda, baik dari sisi ekonomi maupun spiritual, menjadi landasan bagi upaya transformasi berkelanjutan yang pada akhirnya mengukir perjalanan hidupnya ke arah kebajikan. Dalam wacana ini, buku ini berfungsi sebagai alat pemberdayaan psikologis bagi pembaca muda untuk memahami bahwa kegagalan adalah bagian integral dari pertumbuhan.

  

Denny JA menggambarkan kebajikan sebagai puncak pencarian spiritual. Sebagaimana Jalaluddin Rumi mengatakan, “Silence is the language of God; all else is poor translation.” Keheningan yang disebut Denny sebagai medium komunikasi dengan Tuhan mengajarkan bahwa spiritualitas bukanlah ritual semata, melainkan hubungan mendalam dengan Sang Pencipta. Buku ini, dalam perspektif Van Dijk, menghadirkan kontradiksi antara wacana konsumtif dunia digital dengan nilai-nilai kebajikan yang abadi. Penggunaan teknologi oleh Denny—termasuk seni berbasis AI—tidak dimaksudkan untuk mengukuhkan citra pribadi, tetapi sebagai alat menyebarkan kebajikan.


Dalam konteks budaya, "hijrah" yang ditawarkan buku ini menggarisbawahi dialog antara tradisi dan modernitas. Sebuah kutipan menarik dari tradisi Mesir kuno mengatakan, “Manusia akan dikenang bukan dari apa yang dimilikinya, tetapi dari apa yang diberikannya.” Tradisi ini selaras dengan visi filantropis Denny, yang menggunakan kekayaannya untuk mendukung seni dan budaya. Di era algoritma dan kecanduan media sosial, hijrah digital, seperti detox digital yang diusulkan Denny, menjadi seruan budaya yang relevan untuk kembali kepada esensi kemanusiaan.

  

Dalam buku ini, banyak kutipan yang memberi resonansi emosional, seperti puisi dari Tiongkok yang berbunyi, “Seperti bambu, meski ditekuk angin, ia akan kembali tegak.” Analogi ini mencerminkan sifat resiliensi yang dipromosikan oleh buku ini. Selain itu, Denny juga mengadopsi seni visual berbasis AI untuk menyampaikan pesan moral dan budaya. Film animasi Inside Out, misalnya, dapat menjadi refleksi bagaimana konflik emosional internal dapat dipahami sebagai langkah awal menuju hijrah.


Denny JA, melalui buku ini, tidak hanya menuturkan perjalanan pribadinya, tetapi juga membangun narasi kolektif yang relevan bagi generasi muda. Menggunakan analisis wacana Van Dijk, buku ini dapat dipahami sebagai alat dekonstruksi struktur sosial yang membelenggu individu untuk mencapai kebajikan. Dengan pendekatan psikologis, spiritual, dan budaya, "Hijrah Berkali-kali ala Denny JA" menjadi pengingat bahwa setiap individu memiliki potensi untuk menjadi cahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Comments

Post a Comment