ORANG ARAB


 ORANG ARAB


Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah tonggak sejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Ikrar tersebut menyatukan berbagai elemen pemuda dari beragam suku, agama, dan budaya untuk bersatu di bawah satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa, yaitu Indonesia. Ketika kita mengenang kembali momen tersebut, kita tidak hanya mengenang para pemuda dari Jawa, Sumatera, atau Bali, tetapi juga peran penting komunitas minoritas, termasuk masyarakat keturunan Arab. Keikutsertaan mereka dalam perjuangan ini menunjukkan bahwa Sumpah Pemuda bukan sekadar deklarasi politik, tetapi sebuah perwujudan tekad bersama dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan.


Keberadaan masyarakat keturunan Arab di Indonesia sudah dimulai sejak abad ke-7, seiring dengan kedatangan para pedagang dan penyebar agama Islam. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi juga membawa nilai-nilai dan ajaran Islam yang kemudian berkembang pesat di Nusantara. Pada awal abad ke-20, data menunjukkan bahwa jumlah orang keturunan Arab di Indonesia mencapai sekitar 200.000 jiwa, tersebar di berbagai kota seperti Jakarta, Surabaya, Palembang, dan Makassar. Mereka memiliki komunitas yang kuat dan memainkan peran penting dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik.


Salah satu sumbangan terbesar komunitas Arab di Indonesia adalah dalam bidang ekonomi. Sebagai pedagang, mereka membantu membangun jaringan perdagangan yang menghubungkan Nusantara dengan Timur Tengah dan Asia Selatan. Hingga saat ini, banyak keturunan Arab yang sukses di dunia bisnis, baik sebagai pedagang tradisional maupun pengusaha modern. Peran mereka dalam mengembangkan industri perdagangan di Indonesia tidak dapat disangkal, seperti yang tampak dalam keberhasilan jaringan usaha Batik Cap Arab Pekalongan atau berbagai perusahaan yang bergerak dalam ekspor-impor hasil bumi.


Dalam bidang politik, keturunan Arab juga tidak ketinggalan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Nama-nama seperti Abdurrahman Baswedan, yang merupakan tokoh kunci dalam Partai Arab Indonesia, memperlihatkan peran aktif masyarakat Arab dalam menumbuhkan semangat nasionalisme. Abdurrahman Baswedan adalah salah satu tokoh yang menyerukan kesetiaan kepada Indonesia dan menolak perasaan identitas yang sempit berbasis etnis. Beliau juga aktif dalam diplomasi memperjuangkan pengakuan internasional terhadap Indonesia pasca-Proklamasi Kemerdekaan.


Masyarakat keturunan Arab juga memberikan kontribusi signifikan dalam ranah budaya. Salah satunya adalah dalam pengembangan sastra dan seni Islam, termasuk musik gambus yang menjadi salah satu bagian dari warisan budaya Indonesia. Tidak hanya itu, mereka turut memperkaya bahasa Indonesia dengan berbagai istilah serapan dari bahasa Arab yang sampai sekarang digunakan dalam komunikasi sehari-hari, terutama dalam bidang keagamaan dan filsafat.


Meski lebih dikenal dalam bidang agama dan budaya, tidak sedikit tokoh keturunan Arab yang berkontribusi pada pengembangan sains dan teknologi di Indonesia. Salah satu contohnya adalah kemajuan dalam pengobatan tradisional yang banyak dipengaruhi oleh praktik dan pengetahuan Arab, seperti penggunaan minyak atsiri dan obat-obatan herbal. Kini, revitalisasi pengetahuan ini dapat ditemui dalam pengembangan produk-produk kesehatan yang kembali menekankan bahan alami sebagai komponen utama.


Era pembangunan saat ini menuntut partisipasi yang lebih luas dari berbagai kalangan, termasuk pemuda keturunan Arab. Tantangan yang dihadapi bukan lagi semata-mata soal kebebasan politik, tetapi juga pengembangan kapasitas dalam bidang pendidikan, teknologi, dan inovasi. Dengan memanfaatkan jaringan global yang dimiliki, pemuda keturunan Arab memiliki potensi besar untuk menjadi jembatan dalam kolaborasi internasional, baik dalam hal ekonomi, sains, maupun budaya.


Guna menghadapi era globalisasi, pemuda keturunan Arab perlu terus memperkuat kapasitasnya, baik dalam pendidikan formal maupun keterampilan teknis. Ini sejalan dengan pemikiran Gunawan Mohamad yang menyatakan bahwa “kemerdekaan bukan sekadar persoalan politik, tetapi juga soal mewujudkan manusia yang bebas dan berdaya.” Di masa kini, pemuda tidak hanya dituntut untuk menjadi penggerak perubahan di dalam negeri, tetapi juga harus mampu bersaing di kancah internasional.


Sejarah dan perjuangan kaum muda bisa dirasakan dalam novel Pramoedya Ananta Toer, "Bumi Manusia" (1980), yang menggambarkan kerumitan hubungan antarbudaya di Indonesia dan perjuangan kaum muda untuk menemukan jati dirinya. Dalam puisi Chairil Anwar, "Aku" (1943), tersirat semangat kebebasan yang meresap ke dalam sanubari pemuda Indonesia, termasuk keturunan Arab, untuk terus bergerak maju tanpa terikat oleh batasan-batasan konvensional. Dalam film "Tjoet Nja’ Dhien" (1988), kita melihat bagaimana berbagai etnis di Indonesia, termasuk Arab, bersatu dalam semangat melawan penindasan.


Sumpah Pemuda tidak hanya menjadi peristiwa monumental, tetapi juga momentum untuk mengingat bahwa Indonesia dibangun atas dasar persatuan dan keragaman. Peran masyarakat keturunan Arab adalah bagian dari cerita panjang perjuangan bangsa ini. Dengan belajar dari masa lalu, kini saatnya memperkuat kontribusi mereka di era modern—melalui pendidikan, kewirausahaan, dan kolaborasi global. Di tengah era pembangunan yang dinamis, revitalisasi peran pemuda keturunan Arab dalam berbagai bidang akan menjadi wujud nyata dari cita-cita Sumpah Pemuda untuk menciptakan Indonesia yang maju, berdaulat, dan berkeadilan bagi semua.


Sebagaimana dikatakan dalam semboyan klasik, "Bhinneka Tunggal Ika," semangat persatuan itu tak mengenal batas etnis. Ini bukan hanya soal merangkul perbedaan, tetapi juga tentang menghargai dan merayakan setiap sumbangsih yang telah diberikan oleh berbagai komunitas, termasuk masyarakat keturunan Arab.

Comments