MUHAMMAD THOBRONI: DI BAWAH LANGIT YANG BERPIJAR


 Di Bawah Langit yang Berpijar

Puisi Esai Muhammad Thobroni 



Peristiwa 1965 pernah meledak. Sebagai tulisan tinta merah sejarah. Ada Soeharto yang dituduh. Bisa benar. Bisa salah.1)


++++


Soeharto duduk

Di beranda rumah dinas

Pandang langit senja

Perlahan merona jingga.


Mata menerawang jauh

Membaca masa depan

Penuh teka-teki. 


Piikiran sesak

Terngiang kencang

Bsikan-bisikan maut

Bisikan rahasia telik sandi

Juga petinggi tentara:

Ada gerakan aneh

Prajurit darat penuh gelagat


Ia sudah mendengar

Ya, iya sudah lama menyimak:

Rumor-rumor,

Isu-isu,

Gosip-gosip,

Kabar angin kencang


Mereka bergerak!


Aura pemberontakan meruap, 

Ada jiwa yang tenang


Untuk apa harus bertindak?

Apa salahnya diam saja?


Kalkulasi dingin,

Kalkulator politik jauh 

Sekian langkah ke depan


"Perubahan adalah

Bagian dari takdir kita,"

Dia cepat berpikir


"Kadang kita harus

Membiarkan kekacauan terjadi,

Demi menciptakan tatanan baru."


Dia tersenyum kecil.


Di balik sebuah pintu 

Ada suara  meangkah

Lembut terdengar semesta


Tien,

Perempuan Jawa dari Solo 

Datang menghampiri

Ada tatapan berbeda


Sebuah kekhawatiran,

Sebuah ketakutan 

Wajah lembut pucat pasi


Tien yang sederhana


Dia orang Solo 

Dia perempuan Jawa 

Pegang teguh kejawaan

Adalan iman sejati


Jawa bukan hanya bahasa,

Tetapi juga nilai jiwa.


 Tien duduk

Soeharto bergeser ke sebelah 

Senja terasa semakin berat


"Mas, aku dengar bisikan

Tidak enak dari orang-orang,"

 Tien perlahan

Semesra mungkin

Tapi Soeharto paham

Dia lelaki Jawa 


Suara yang hampir

Tertelan angin sore


"Apa benar

Kau tahu

Rencana jahat itu?"


Soeharto diam.

Dia lelaki Jawa 

Paham istri sedang bersuara 


Ada mata terpaku

Pada cakrawala.


Lelaki Jawa hanya mendesah

Mengambil nafas panjang 

Bidadari di sebelahnya

Mana paham tetek bengek

Kelicikan dan kekejian politik


Tien tidak akan mengerti

Tidak bisa menangkap!


Dia harus melangkah

Bukan benar salah


Kesempatan hanya datang sekali!


Mungkin seumur hayat

Bahkan tiba kiamat 


Sebuah kesempatan

Sebuah momentu

Sebuah celah 


Ia harus melompat!


Ada puncak gunung menanti

Ada hasrat pendaki 

Jiwa dan pikiran 

Kaki dan tangan 

Langkah dan derap


Inilah momentumnya!


"Kita ini orang Jawa,"

Tien bicara bernada

Ada volume diperkecil 

Ada intonasi berirama


Ada puisi sedang dikreasi

Ada narasi sedang dirangkai


"Di mana kehormatan kita

Jika membiarkan bangsa ini

Jatuh ke dalam kekacauan? 

Seperti layang-layang putus benang?"


"Sudahlah, Nduk," 

Lelaki Jawa menyahut

Lelaki Jawa menjawab

Lelaki Jawa memutuskan 


Matanya menatap lurus ke depan.


"Kita harus diam

Agar bisa melihat

Musuh bergerak

Berarak-arak

Tanpa jarak."


Ya, sangat cerdas

Ya, sangat brilian

Bukan licik, bukan


Dia sudah siap pedang

Menebas musuh yang bergerak!


Tien diam

Bibir bungkam

Bergetar menahan kata-kata


Ada hati berkecamuk

Ada hati yang remuk 

Ada luka mulai menganga


Kekasihnya berubah!


Dia lelaki Jawa 

Tetapi bukan Orang Jawa!


Dia bukan yang dikenal hatinya:

Lembut dan bijak.


Kini dia semakin jauh

Melangkah ke pinggir 


Dia merasa kehilangan kekasih!


Dunia terus bergolak

Di luar bergolak 

Di dalam bergolak 


Dunia sedang mendidih 

Siap meledak secepatnya 


Konflik politik panas Partai besar curiga

PKI curiga 

Militer curiga


Memang siapa bisa dipercaya dalam musim perang begini?


Dia tersenyum makna.


Ekonomi terpuruk

Rakyat menjerit

Hidup terhimpit 


Persekongkolan tercipta satu demi satu.


Asing dan pribumi

Sipil dan militer 

Kuasa dan hasrat


Siapa mendapat apa?


Soeharto kembali tersenyum!


Ia ingin menguji

Dirinya sendiri

Mental bermain

Mental bertarung 


Mental seorang pemenang!


Mampukah dia

Seorang lelaki Jawa

Kalahkan jiwanya?

Melangkah ke puncak kuasa!


Langkah demi langkah 

Inci tiap inci

Kelokan ke kelokan

Celah per celah 

Ada api kecil di Jakarta!


Soeharto kembali tersenyum.


Dia duduk tenang 

Di belakang sebuah layar

Film sejarah sedang digarap

Aktor bergerak

Ikut arahan sutradara 

Scene per scene

Sekuel ke sekuel


Waktunya tiba!


Ada konflik melanda

Gerogoti hatinya nelangsa


Ada cinta dipendam

Bukan seorang wanita


Tetapi kepada kuasa.


Kuasa memberi kehidupan

Kuasa menghancurkannya


Apa yang yang  tersisa?


Semua pilih pergi 

Kekasih minggat

Hanya raga yang diam

Tak ada nyala cinta


Tiean diam seribu bahasa, 

Sebab,

Dia perempuan Jawa.


Tak ada kata

Tak ada puisi 


Tak ada bahasa

Tak ada cerita


Sebuah malam kelam

Angin bertiup kencang

Hujan turun deras


Seorang perempuan Jawa

Berdiri di ambang pintu

Pandang lelaki asing di balik meja


Dua duduk santai

Menulis pesan singkat 

Untuk perubahan sejarah!


Wajah yang tirus, tersimpan ribuan tanda tanya


"Apa yang kau cari dari semua ini?"


Dia lelaki asing

Menoleh tatapan kosong

Tapi pikiran penuh rencana


Mata menyimpan badai!


"Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan."


"Tapi harga yang kau bayar terlalu mahal."


Air mata mengalir

Perempuan Jawa menangis 


Dia kalah sekarang

Kekasihnya hilang 


Ini bukan soal politik

Ini tentang hidup kita.


Tentang negara

Tentang keluarga

Tentang Jawa kita semua!


Lelaki asing itu bangkit 

Memeluk kekasihnya yang rapuh


"Maafkan aku, Tien. 

Aku tak bisa mundur sekarang."


Perempuan Jawa menunduk

Tangan halus memegang perut

Ada bocah yang segera lahir


Tapi dunia menuju sekarat! 


Kiamat tiba lebih cepat:

Kekacauan 

Tembakan

Darah 


Udara Jakarta anyir darah.


Di belakang layar

Seorang lelaki termangu

Dia menang, dia menang!


Tapi hatinya kosong.


Suara kekasih berdengung:

"Apa yang kau cari dari semua ini?"


Footnote:

1) https://fahum.umsu.ac.id/peran-soeharto-dalam-penumpasan-g30s-pki/

Comments