DONGENG TENTANG KELEDAI: PUISI APRI MEDIANINGSIH, LAMPUNG



Bibir masa telah berbicara pada nasib,
Bila rintihan telah berganti menjadi pesta.
Pagi itu induk keledai bertaruh keringat demi keledainya yang tangkas,
Di tepian beranda rumah ia berdongeng tentang mimpi yang begitu indah di hari esok.
Keledaipun meringkik girang lalu garang, 
Rupanya tali kendalinya terlalu longgar untuknya berjingkrak, sehingga kepalanya terlepas dari kekang.
Keledai menghardik induknya bahwa ia tak nyaman dengan tali kekang yang terlalu longgar.
Keledai ingin kepalanya dielus dengan penuh perhatian,
Namun ternyata hingar bingar kehidupan telah menjeratnya pada kenyataan yang tak akur di jiwanya yang polos.
Ia harus mengerti tentang kerasnya hidup,  karena sang induk turut serta berjuang demi :
Mainannya yang harus terbeli,
Kesukaannya yang harus ternikmati,
Keinginannya yang harus terpenuhi,
Makanannya yang harus tercukupi gizi.

Ah...begitu pedih hati induk keledai,
Ia mesti merasakan beban berat dalam hidup dan jiwanya yang sarat dengan air mata,
Berat yang ia pikul pada sisi hidupnya,
Tak terhirau oleh waktu yang begitu keras memukul bahu dan pikirannya.
Bencana dan musibah begitu runtun menerpanya, namun tak urung jua jerihnya tak berterima oleh keledai yang tak tahu apa - apa.
Petaka apa lagi ini?
Mungkinkah dosa besar kembali dituai?
Oh, begitu licinnya jalan yang harus  dilewati oleh induk keledai,
Ia harus selalu merintih di tengah hujatan ringkik keledai yang sarat dengan tuntutan.
Dan waktu hanya terdiam dengan peristiwa yang mencatatnya,
Induk keledai tetap saja merintih,  dengan luka di jiwanya, karena ia melihat luka di jiwa keledai yang sangat ia sayangi.


Ilustrasi inspurasi sukses/ yuk klik iklannya

Comments