AKULAH BURUH: PUISI ANTO NARASOMA, PALEMBANG




cuaca adalah sahabat
karib dalam nasib yang tak bersahabat
aku direndam atas pekerjaan
hitam putih di jalan-jalan dengan
nilai buliran padi

aku dijerat undang-undang tak bersahabat. di tanah tanah becek
busuk yang membusukkan pandangan, tanagaku hanya lumpur
diikat beban seberat perlawanan nasib

jika pengusaha mengejar target
aku terbanting dalam kebijakan
tanpa suara.
entah, keringat atau airmata
mengucur di antara pipa-pipa
minyak dalam lokasi pikiran

hujan panas seperti atap menutupi
kisah panjang rumah-rumah pekerja tanpa waktu. tak ada status ketiika lembar undang-undang membayar kontrak buruh buruh kontrakan

meski tenaga  terkuras di cuaca gelap, siang  menekan panas-Nya
untuk menuupi mulut-mulut kecil anakku. 

--- bekerjalah. ruang  belajar dan huruf huruf latin bercerita dalam tugas yang tak pernah tuntas.
anak-anakku adalah buku;  riuh suara palu, obeng dan las dinding tengki
adalah pintu masa depannya

aku terpatung dalam tugas
dalam kepenatan yang tak dirasa
karena jiwa dan kewajiban
mengangkat wilayah anakku adalah menutupi mulut mereka yang menganga dengan pintu-pintu sekolah.

Mei  2018
--------------------------------

anto narasoma
MENANTI RUANG SUNYI

menanti apa;
pertanyaan begitu panjang
kakinya melangkah
dari kata per kata
dari jalan jalan penuh liku
pencarian

tiap kali ketidakpastian itu
menanti dari perjalanan yang
tak ada jawaban
kaki kaki terus  mencari
ke dalam pikiran dan perasaan

lama ia tak muncul
karena kaki kaki yang bergerak
dari putaran jam terus berkitar
dalam liukan jalan, diam di sudut
ruang tunggu

menanti apa;
ketika ketidakpastian mencari
ke sana-sini dari lorong lorong
kesabaran yang tak ada garis batas

sebab sejak sebelum penantian
yang duduk dalam kesunyian
adalah ruang kosong tanpa orang orang dalam pertanyaan panjang.

April 2018


Ilustrasi thehindu/ yuk klik iklannya

Comments