OBITUARI (BUAT BAKRI LATIEF): PUISI ADI ARWAN ALIMIN, MANDAR



Aku masih mengingat sebuah bisikan di telingaku, selain puisimu yang menyentuh. Tentang hasratmu yang melampaui pikiran banyak orang. Aku masih merasai pertemuan kita mendedah diksi, di sebuah lorong di Tinambung. Nafasmu sengal dalam bait-bait berlembar-lembar.

Aku mendengar kabar kematian ini seperti seribu pedang, yang membabat gelagah puisi yang ranum dalam sebuah tas di pinggangmu. Kepergian seperti ini tidaklah mengejutkan, sebab katamu, kita akan sama berangkat menuju sisi Tuhan. Entah kapan juga di mana.

Aku kerap terpingkal pada diksimu yang sedikit dugal. Kita kerap bersua pada lipatan hari berlalu. Saling menguntai kata yang kita sulam dari sudut pandang berbeda. Terlalu banyak perihal tak tuntas rasanya. Engkau masih saja gelisah. Engkau terus saja menulis. Dan kini engkau menapaki garis takdir tak terelakkan.

Ini hanya soal kelapangan dan batas hari. Kami masih berdiri di sini, di panggung yang engkau tinggalkan. Akan terus membaca puisi meski dalam larik piluh kepergianmu. Beratus-ratus kata engkau jejal pada ribuan tapalmu. Semua itu bekal, puisi beriring denai perjalanan, hingga engkau tiba dalam pelukan Rabbmu...

Di bawah gerimis sisa terik siang, di selasar masjid. Kutulis sungkawa ini...

Mamuju, 12 Maret 2018

*Drs. Bakrie Latief salah seorang seniman/penyair senior dari Tanah Mandar, Sulawesi Barat. Senin subuh tadi beliau meninggal dunia, dimakamkan di Makassar.



Ilustrasi beritasulawesibarat/ yuk klik iklannya

Comments