LEMBAR DUKA: PUISI ASPAR PATURUSI, MAKASSAR




lembaran dukamu berhelai-helai jatuh terkulai
hendaknya inilah luapan sedih terakhir kali
kenapa aksi beramai-ramai orang mengarak puisi
apakah lantaran teriakan caci maki
batinmu pun turut lunglai
apakah kau amat kasihan melihat puisi
tertatih-tatih membebaskan diri
"aku puisi
aku suci
aku bersih
dari sentuhan politisi
dan duit korupsi"

entah apa merasuki jiwa mereka
ketika melihat puisi berderap langkah
seraya mengusung serumpun esai indah
orang-orang itu serentak mengepalkan tinju
teriakan lantang membuat dinding bergetar
lihat, sepertinya ada musuh baru
gegap gempita larik-larik puisi mereka sebar
semangat itu membuatmu terharu

jangan biarkan muncul rasa sedih
arakan puisi esai dengan percaya diri
bergerak di jalurnya sendiri

ingin kau mendekati barisan sang penantang
yang menari-nari sambil berdendang
padahal di antara mereka ada penyair ulung
yang telah mengukir karya cemerlang
kau ingin berkata:
"bung, kembalilah ke mejamy
simak puisi-puisimu
lahirkan karya baru
untuk apa sia-siakan waktu
energi kreativitasmu
mengais-ngais puisi esai
karya para penyair
sebangsa setanahair"

puisi esai, puisi mantra, puisi sejati
semuanya berhak hidup guna memberi arti
pada kekasih hati
cinta kita negeri ini

aku khawatir, katamu
bila kalian sibuk baku tuding
sejarah bisa kehilangan
karya-karya puisimu
mungkin sangat cemerlang

Jakarta, 22 Januari 2018



(ilustrasi selasar senja/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments