CATATAN DARI PERDALAMAN KALIMANTAN: KALUNSAYAN



Ini merupakan kisah perjalanan para relawan literasi yang tergabung dalam komunitas literasi Kalimantan Utara yakni Komunitas Jendela Nusantara (KJN) yang menembus perdalaman Kalimantan tepatnya Kalunsayan di Nunukan. Para relawan literasi menembus keangkeran perjalanan darat yang lumayan ekstrim untuk menebar virus literasi Di tengah kondisi sekolah pasca kebakaran.


Perjalanan ke desa Kalunsayan dimulai pada tanggal 14 Januari 2018 pukul tiga sore. Di pelabuhan Aki Betawol sudah ada bapak Kepala Sekolah dan Pendamping Desa Kalunsayan. Dua dump truck, yang satu bak terbuka untuk barang dan satu lagi truk bis sekolah. Namun karena hujan turun, kami hanya menggunakan satu truk, truk bis sekolah agar barang bawaan tetap aman karena bis sekolah di modifikasi dengan penutup atap.


Perjalanan ditempuh sekitar 2,5 jam. Melewati desa Sanur dan beberapa desa lagi ke hulu. Perjalanan di atas badan truk yang cukup besar menjadi mendebarkan saat truk naik ke gunung batu cadas yang curam, berliku dan jurang di kanan kirinya. Setelah naik turun gunung beberapa kali, mulai terlihat atap atap rumah warga dari ketinggian. Sampailah kami di sebuah desa dengan daerah yang luas, lapangan bola dengan rerumputan hijau, balai desa yang kemudian kami ketahui adalah bangunan yang digunakan untuk bersekolah, serta sebuah bangunan yang rata dengan tanah. Yah, itu adalah bangunan sekolah yang beberapa bulan lalu terbakar, rata dengan tanah.


Karena waktu yang singkat, tim Antiad langsung memindahkan barang bawaan ke balai desa. Berkeliling desa ke rumah rumah untuk silaturahmi bersama warga. Mempersiapkan kegiatan Sosialisasi Rupiah dan Diskusi Pendidikan yang akan diselenggarakan satu jam kemudian di malam harinya.


Malam pun tiba, tim Antiad sudah siap di balai desa menunggu kedatangan warga.  Sambil menunggu kedatangan warga, kami berdiskusi dengan kawan kawan yang sebaya dengan kami. Mereka adalah pemuda desa yang mendedikasikan dirinya untuk mengajar di SD tersebut. Belajar melipat origami dan bercerita tentang suka duka mereka menjadi guru honorer disana. Dengan penerangan seadanya tidak menyurutkan semangat warga untuk hadir menjalin silaturahmi, menyimak informasi “Cinta Rupiah dan Pendidikan” yang disampaikan oleh tim Antiad yang sudah dibekali pelatihan tentang rupiah dari Bank Indonesia. Kegiatan selesai pukul 22.30 Wite dilanjutkan dengan packing barang bantuan sosial berupa alat tulis dan tas sekolah untuk siswa siswi Kalun Sayan. Malam tak berakhir disitu, kegiatan dilanjutkan dengan kajian kearifan lokal. Bapak Kepala Desa sebagai narasumber, menjelaskan bagaimana upacara adat, pernikahan dan kematian. Pengadilan adat dan beberapa larangan-larangan yang tidak bisa dilakukan. Pukul 12 malam tim Antiad beristirahat di posko yang sudah disediakan (gedung puskesmas pembantu).

Hari kedua di desa Kalunsayan, subuh hari disambut dengan embun yang menambah kesejukan desa. Tim Antiad mulai bergerak untuk memperbaiki tiang bendera di halaman sekolah yang lama. Pagi ini akan dilaksanakan upacara bendera untuk pertama kali setelah sekian lama tak pernah diadakan upacara. Sesuai dengan permintaan warga, upacara akan dilaksanakan di lapangan sepak bola Kalunsayan. Tim Antiad memindahkan tiang dari halaman sekolah ke lapangan sepak bola. Pagi itu desa di guyur hujan deras, upacara terpaksa ditunda. Diisi dengan kegiatan di balai desa. Kelas inspirasi, cita-cita, profesi, motivasi, literasi tentang rupiah, dongeng, wawasan kebangsaan dan menuliskan harapan mereka di secarik kertas.



Hujan mulai reda, dibawah rintik hujan upacara bendera dilaksanakan dengan penuh khidmat. Bergetar hati ini ketika sang saka Merah Putih di kibarkan dan naik hingga puncak tiang tertinggi. Rintik semakin deras, peserta upacara dialihkan ke tribun lapangan. Pembagian bantuan sosial dari seluruh donatur yang telah berptisipasi dibagikan di sana. Terlihat wajah bahagia adik adik di sana. Kegiatan kembali dilanjutkan dengan mendirikan pojok baca di salah satu sudut balai desa. Bapak kepala desa mempunyai rencana untuk membangun rumah baca tahun ini di desa Kalunsayan, menambah semangat kami untuk terus menebar virus literasi, menularkan cinta baca hingga pelosok negeri.



Setelah pojok baca rampung, dilakukan diskusi mengenai kepulangan kami. Cuaca sedang tidak baik. Hujan deras akan turun. Jika hujan turun maka tidak ada jalan yg bisa dilewati. Terjal dan licin. Akhirnya atas kesepakatan bersama, kami bersiap. Pukul 12 siang bertolak ke desa selanjutnya. Setelah menyelasaikan semua rangkaian kegiatan, berpamitan dengan warga dan adik adik yang harus kami tinggalkan begitu cepat, rintik hujan mulai turun. Memaksa kami untuk mempercepat pergerakan. Waktu yang singkat, banyak cerita dan pengalaman. Keramahan warga dan senyum adik adik disana. Juga kawan kawan baru kami, pemuda desa yang mengabdikan dirinya menjadi guru honor di desanya.


Jalan yang kami lewati hari sebelumnya tak bisa dilewati lagi. Bapak supir tidak berani mengambil resiko membawa truk melewati jalan terjal yang sudah licin karena hujan. Kali ini kendaraan yang kami gunakan adalah dump truck yang kata bapak supirnya baru saja mengangkut oli. Dasar truk sangat licin. Truk perlahan meninggalkan desa Kalunsayan. Bukan jalan terjal berbatu, tapi jalan dengan tanah yang licin yang juga terjal. Ini masih sedikit lebih aman dari jalan sebelumnya. Cukup jauh memutar demi keamanan bersama. Setelah 30 menit yang sangat mendebarkan, truk melewati jalan dengan mempertahankan posisi agar tidak tergelincir karena licinnya dasar bak truk. Bapak supir memacu kecepatan penuh, mungkin karena sejak tahun 1986 beliau menguasai jalan disana. Tikungan tajam, tanjakan, turunan seperti sedang menikmati roller coaster tanpa tempat duduk dan tali pengaman. Bayangkan saja bagaimana keadaan kami di bak truk. Jika kaki tidak bisa menahan licin saat truk menikung, terguling lah kami di dalam bak truk. Pengalaman yang membuat betis berotot, haha. Jika bisa menstabilkan posisi berdiri, akan terlihat pemandangan yang sangat indah. Puncak gunung diselimuti awan (belum tahu nama gunungnya) dengan hijaunya perkebunan sawit sejauh mata memandang. Untung saja cuaca bersahabat, tidak terik dengan rintik hujan. Perjalanan ini kami tempuh selama 5 jam hingga di desa selanjutnya.



(Bersambung ke desa selanjutnya...)

Terima kasih untuk bang Khaerul Asnan Petta Taro sudah merekomendasikan Kalunsayan

Terima kasih untuk bang Alamsyah sudah dibuat sibuk mengurusi kami 😁


(MUTMAINNA LAINTANG, KOMUNITAS JENDELA NUSANTARA / KJN DI KALIMANTAN UTARA)

Comments