KITAB ADAB DAN TATA KELAKUAN KITA SEHARI-HARI (KAJIAN ADAB 1)



Bismillâhirrohmânirrohîm.
Alhamdulillâhirobbil `Âlamîn.
Allohumma sholli `alâ Sayyidinâ Muhammadin an-Nabiyyil Ummiyyi, Imâmil Hudâ wa âlihi wa shohbihi wasallim. Ammâ ba’du.

Setiap memberikan khutbah Jum’at atau mengisi pengajian Kliwonan di Paguyuban Kliwonan dan Pengajian Malam Jumat setiap tahlilan, baik di Celeban atau di Cepokojajar, apalagi pas Ramadhan, kadang-kadang dan sering kali, penulis mengutip hadits-hadits dari Kitab al-Adab karangan Imam al-Bukhari. Juga sedikit-sedikit membuka syarahnya sebagai bahan, disampaikan dengan enteng-entengan dan pendek, tidak bertele-tele.

Kemudian timbul keinginan, dari apa yang sudah penulis sampaikan di beberapa tempat itu, penulis susun  menjadi sebuah kitab  penjelasan hadits-hadits dari Kitab al-Adab itu, dengan harapan bermanfaat untuk diriku sendiri dan mereka yang membacanya. Semoga Alloh meridhoi dan Kanjeng Nabi memberi syafaatnya. Dimulai dengan penjelasan tentang Kitab al-Adab.

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori memiliki dua himpunan Kitab Adab, yang satu disebut Kitab al-Adab, terhimpun di dalam Jâmi’ ash-Shohîh  atau biasa disebut Shohîh al-Bukhôrî; dan satunya lagi berjudul al-Adab al-Mufrad (Adab Seseorang Muslim). Al-Adabul Mufrod, merupakan kitab tambahan yang memuat hadits-hadits adab dari yang ada di Shohih Bukhori, dan sebagian atsar sahabat tabiin yang  mauquf. Maka, pokok dari kitab itu sendiri ada di dalam Kitab al-Adab dalam Shohih al-Bukhori, tetapi perluasannya dalam mengetangahkan, jauh lebih luas dan bervariatif dalam al-Adab al-Mufrad.

Dalam Kitab al-Adab, Imam al-Bukhori memasukkan hadits-hadits yang persyaratan keshohihannya sangat ketat; dan ini berbeda dengan al-Adabul Mufrad, yang menghimpun adab dari hadits-hadits dan atsar tidak seketat yang ada dalam Shohih al-Bukhari, sehingga dalam al-Adabul Mufrad ada yang mauquf. Akan tetapi Ibnu Hajar al-Asqalani menyinggung sedikit dalam Fathul Bari dan menyebut al-Adab al-Mufrad sebagai “memuat tambahan hadits-hadits yang tidak disebutkan dalam Shohih Bukhori dan beberapa atsar yang mauquf, sehingga memiliki manfaat yang sangat besar” (X: 400).

Kitab al-Adab  dalam Shohih al-Bukhori didahului sebelumnya oleh Kitab al-Libas dan diteruskan oleh Kitab al-Isti’dzan. Akan tetapi dalam beberapa syarah atas kitab ini, ada yang diletakkan secara berbeda, seperti dalam Syarah Ibnu Mulaqqan, Kitab al-Adab dipisah dengan Kitab al-Birr wa ash-shillah, dengan meletakkan kitab al-Adab terlebih dahulu, baru kemudian Kitab al-Birr wa ash-Shillah dijelaskan setelahnya.

Beberapa syarah dalam jilid dan halaman yang membahas hadits-hadits dalam Kitab al-Adab ini, di antaranya:

1. `Umdatul Qôrî Syarhu Shohîhil Bukhôrî, karangan Imam Badruddin Aini, dari 25 jilid, Kitab al-Adab ada di jilid XXII (Darul Fikr), pada hlm. 80-229.

2. Fathul Bârî bi Syarhi Shohîhil Imâm Abî `Abdillâh bin Muhammad bin Isma`îl al-Bukhîrî, karangan Imam Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, dari 13 jilid, Kitab al-Adab ada di jilid X (al-Maktabah as-Salafiyah), pada hlm. 400-613.

3. Syarhu Shôhîh Bukhôrî li Ibni Bathôl, dari 10 jilid, Kitab al-Adab ada di jilid IX (Dar ar-Rusyd), ada pada hlm 188-370. Dalam kitab ini Kitab al-isti’dzan ditaruh sebelum kitab al-Libas, dan setelah Kitab al-Adab dilanjutkan Kitab al-Mardho.

4. At-Taudhîh li Syarhil Jâmi`ish Shohîh, karangan Imam Sirojuddin Abu Hafs Umar bin Ali bin Ahmad al-Anshari asy-Syafi`i yang masyhur dengan julukan Ibnu Mulaqqan, dari 36 jilid, Kitab al-Adab ada di jilid XXVIII (Darul Falah, Cet. 1, 1429 H/2008 M), pada hlm. 236-663.

5. Al-Bukhôri bi Syarhil Kirmânî, karangan Imam al-Kirmani,  dari 25 jilid, Kitab al-Adab ada di jilid XXI (Dar Ihya’ut Turots al-Arobi, Cet. 2, 1401 H/1981 M), pada hlm. 146-247.

6. At-Tausyîkhu Syarhul Jâmi`ish Shohîh, karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi, dari 9 jilid, Kitab al-Adab ada di jilid VIII (Maktabah ar-Rusyd, Cet. 1, 1426 H/2005 M), pada hlm. 3630-3738).

7. Minhatul Bârî bi Syarhi Shohîhil Bukhôrî al-Musammâ Tuhfatul Bârî, karangan Imam Syaikh Abu Yahya Zakariya al-Anshari al-Mishri asy-Syafi`i, dari 10 jilid, Kitab al-Adab ada di jilid IX (Maktabah ar-Rusyd, cet. I426 H./2005), pada hlm. 153-304.

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan, soal kata adab: “Kata adab digunakan untuk perkataan dan perbuatan yang terpuji. Sebagian ulama mendefinisikan adab adalah akhlak yang mulia. Ada yang berpendapat adab adalah usaha untuk melakukan hal-hal yang baik. Menurut yang lain, adab adalah menghormati yang tua, dan bersikap lemah lembut kepada yang muda. Ada juga yang berpendapat bahwa kata “al-adab” diambil dari kata “ma’dabah”, yaitu undangan untuk makan, dan dinamakan demikian karena (hal itu) termasuk yang dianjurkan” (X: 400).

Imam Badrudin Aini menjelaskan dalam `Umdatul Qôrî bahwa kata Basmalah (dalam Kitab ini) hilang menurut sebagian pendapat. Perkataan “Kitabul Adab” maksudnya kitab ini menjelaskan “al-adab”, di dalamnya ada bermacam-macam hal. Kami akan menyebutnya nanti, dan telah kami katakan di dalam pembahasan yang lalu bahwa tentang kata “Kitab” itu mengandung berbagai bab, dan berbagai bab itu di dalamnya terkumpul berbagai fasal. Dan tidak disebutkan dalam kitab al-Bukhari dengan kata fasal, akan tetapi sesungguhnya beliau menyebut di sebagian tempat dengan kata “bab kadza”, dan menurutnya bab itu menempati posisi fasal, bila dihubungkan dengan apa yang ada sebelumnya.

Sedangkan perkataan “al-adab” di dalam bahasa Arab, sebagai asal dari sebutan adab ini dari bahasa Arab, berbeda-beda maksudnya, seperti dijelaskan dalam Umdatul Qari. Kadang seorang beradab itu disebut “adîbân”, orang yang senantiasa beradab dalam perilakunya. Kadang, diambil dari kata al-ma’dabah, yaitu makanan jamuan yang disediakan, kemudian mengundang manusia untuknya. Kadang-kadang  kata “al-adab” digunakan untuk menunjuk sesuatu dimana setiap orang diajak kepadanya. Kadang dikatakan telah mendidiknya dengan adab, maka disebut muadab dengan fathah dalnya; dan seorang mu`alim itu muadib (dengan kasrah dalnya), karenanya dikembalikan kepadanya dakwah untuk mengajak pada adab, maka di situ dia banyak melakukan sesuatu dengan sangat luar biasa dalam pekerjaan itu; dan dari sini kata “al-âdibu” dimaknai sebagai ad-da`i, yang mengajak manusia kepada adab. Dalam kitab al-Wa`î milik Abu Muhammad, dinamakan “al-adab” kepada orang beradab karena dia mengajak pada  hal-hal terpuji.

Ibnu Tharif dalam kitab Adabur Rajul, menyebutkan bahwa kata “al-adab” dengan dhomah dan kasrahnya (aduba dan adiba) dan jadilah “adîbân” (senantiasa terus beradab), di dalam akhlak dan ilmu. Menurut Imam al-Jauhari, yang dimaksud “al-adab” adalah adabunnafs wad darsi, adabnya nafs dan dalam berinteraksi dengan pelajaran; kami mengatakan darinya seorang beradab dengan kata adîb; dan dalam kitab Muntaha milik Abul Ma`ali kata “ista’dabarrujul” bermakna “ta’adaba” dan jamaknnya udaba’ (orang-orang beradab). Dan dari Abu Zaid, kata “al-adab” adalah nama yang diperuntukkan atas setiap usaha yang sungguh-sungguh (riyadhah) terpuji, dan dari situ lahirlah al-insân dengan keutamaan dari berbagai keutamaan yang ada. Dikatakan juga “al-adab” untuk digunakan penggunaan yang baik da terpuji dalam perbuatan dan perkataan. Dikatakan juga “al-adab” itu mengambil akhlak-akhlak terpuji, dikatakan juga wuquf dalam soal-soal yang baik, dan dikatakan juga “al-adab” adalah pengagungan atas apa yang di atasmu dan kelembutan terhadap mereka yang selainmu, maka fahamilah (Umdatul Qari, XXII: 80-81).

Yang dimasukkan dan dikategorikan dalam soal adab, dalam Kitab al-Adab ini, adalah apa-apa yang berhubungan baik dalam interaksi adab:

• Adab kepada orang tua.

• Adab kepada kerabat, termasuk anak, saudara, dan lain-lain.

• Adab kepada anak yatim.

• Adab kepada orang-orang miskin.

• Adab kepada Manusia secara umum dan hewan

• Adab kepada tetangga.

• Adab berkata-kata, masalah berprasangka, masalah mengkafirkan, menggunjing, masalah marah, dan lain-lain.

• Adab kepada sesama orang mukmin dan sebuah kaum.

• Adab kepada tamu.

• Adab kepada orang musyrik.

• Adab kepada Alloh.

• Adab kepada masa dan waktu.

• Adab memberi nama-nama.

• Adab ketika bersin, menguap dan sejenisnya.

• Adab dalam memandang langit.

• Adab kepada air dan tanah becek.

Maksud adab  dari semua jenis yang dibahas dari Kitab al-Adab adalah adab yang diambil dari Kanjeng Nabi Muhammad. Adab Kanjeng Nabi itu adalah didikan dari Alloh secara langung, di tengah-tengah interaksi dengan manusia dan alam semesta. Kanjeng Nabi mengatakan: “addabanî Rabbî fa ahsana ta’dîbî., Rabbku telah mendidikku maka menjadi baiklah adabku. Maka setiap seorang muslim berkewajiban menjadikan Kanjeng Nabi sebagai pusat, tuntunan, dan pedoman dalam hidupnya. Kita berharap memperoleh Ridho Alloh dan berdekat-dekat dengan Kanjeng Nabi dalam ruh dan perilakunya, sebisa-bisanya dengan mujahadah.

Arjû al-Musyaffa’, ya Rabbi sholli `alâ Sayyidinâ Muhammad. Walhamdulillâhi Robbil `Âlamîn wal Musta`ân.

NUR KHALIK RIDWAN,  pengasuh majelis shalawat dan pengajian

Comments