KABAR: PENELITI ITALIA: STUDI BAHASA ADALAH ALAT AMPUH MENJELASKAN SEJARAH RUMIT HUBUNGAN DAYAK DAN MELAYU
PENELITI ITALIA: STUDI BAHASA ADALAH ALAT AMPUH MENJELASKAN SEJARAH RUMIT HUBUNGAN DAYAK DAN MELAYU
TARAKAN (19/08). Prof. Antonia Sorente, dalam publikasi ilmiahnya
yang berjudul Studying Linguistic and
Cultural Contact in Borneo: Prospects and Challenges menyatakan bahwa dalam
lanskap bahasa dan budaya Borneo yang aneka ragam, studi bahasa merupakan alat
ampuh untuk menjelaskan sejarah rumit yang kabur antara Dayak dan Melayu. “Saya
coba menunjukkannya pada aspek fonologis, morfologis dan leksikal, serta bukti
sejarah lainnya dari Lebu’ Kulit Kenyah, Penan Benalui, Punan Tubu’ dan Ma’
Pnaan (Punan Malinau/Segah),” ujar peneliti dari Naples L’orientale Napoli,
Italia tersebut.
Menurut Antonia, Lebu 'Kulit harus digolongkan ke dalam bahasa Kayanic. Penan Benalui, serupa Bahasa Penan lain,
bukan tergolong Bahasa Kenyah. Sedangkan Punan Tubu ', terlepas
dari dugaan kesamaan budaya dan sosial dengan kelompok Punan, tidak
dapat dikelompokkan ke dalam cabang Penan
maupun yang lain. “Bahasa punan Ma
'Pnaan atau Punan Malinau / Segah bukanlah orang Punang,” tegasnya.
Ditambahkan Antonia, dalam persoalan lain, merujuk sebagian besar
bahasa di Kalimantan dan Austronesia, daya berarti 'hulu'
atau 'menuju pedalaman', dan bertentangan dengan populasi pesisir yang menganut agama Islam dan
disebut sebagai Melayu.
Dalam dikotomi Dayak dan Melayu, di seluruh pulau
Kalimantan, beragam budaya dibagi dengan cara terlalu sederhana menjadi dua secara eksklusif. “Misalnya digunakan
untuk membedakan antara Masyarakat adat
Muslim dan non-Muslim di daerah tersebut,” ucap Profesor Antonia. Penggunaan tersebut muncul pada masa
penjajahan, berlanjut sampai sekarang. “Tapi sekarang, istilah Dayak telah kehilangan makna konotasi negatif
dan dipandang sebagai ungkapan persatuan komunitas orang dengan perspektif serupa
tentang kehidupan dan kepentingan
politik yang sama,” tegas Profesor
Antonia.
Ditambahkan oleh Profesor Antonia, di Borneo
Malaysia, istilah baru
'orang ulu' atau ‘orang hulu' telah muncul
sebagai konstruksi baru sejak tahun 1970an.
Perpindahan etnis sangat umum terjadi di Kalimantan. Misalnya, mereka 'menjadi
Melayu' atau masuk bergabung Melayu melalui adopsi Islam dan
ciri budaya Melayu lain. “Namun, ini pun tidak dapat dilihat
sebagai kelompok tunggal monolitik. Pola derivasi faktor etnis dan linguistik
dapat bertahan,” ungkap Profesor Antonia.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Profesor
Antonia menemukan bahwa ada kelompok orang Dayak seperti Selako dan Iban misalnya, mampu benar-benar berbicara bahasa Melayu, sedangkan
beberapa kelompok seperti Tidung di Kalimantan dan Narum di
Sarawak, yang menyebut diri mereka orang Melayu, namun mereka berbahasa dan berbicara “paling tidak Melayu”. (ambau.id)
Comments
Post a Comment